Kamis, 23 September 2010

TERNYATA... ALLAH SWT ITU TIDAK DI LANGIT

Kutipan Penegasan Ulama Islam Bahwa Allah Dzat Tidak Bertempat

by:Abu Salafy.

Setelah Anda ikuti ulasan panjang tentang ayat-ayat yang sering dijadikan pendukung syubhat kaum Mujassimah dan arahan kami tentang pemaknaan yang benar atasnya, sekarang pembaca kami ajak memerhatikan penegasn ulama Islam tentang akidah yang sahihah dalam masalah ketuhanan, khususnya yang tterkait dengan akidah Allah Tidak bertempat yang sangat ditentang oleh kauk Mujassimah Wahhabiyah.

Perlu diketahui di sini bahwa kami tidak menyebut penegasan para ulama Islam di bawah ini dalam kapasitasnya sebagai dalil, hanya saja dengannya kami hendak mengatakan bahwa keyakinan ulama Islam sangat bertolak belakang dengan keyakinan dan akidah tajsîm kaum Mujassimah dan sebenarnya apa yang diutarakan ulama Islam adalah cermin kematangan kelurusan berakidah mereka yang mendasarkanya di attas bukti-bukti lagis dan nash-nash akurat keislaman; Al Qur’an dan Sunnah.

  • Pegenasan Imam Ali as.

Tidak seorang pun meragukan kedalaman dan kelurusan akidah dan pemahaman Imam Ali ibn Abi Thalib (karramalahu wajhahu/semoga Alllah senantiasa memuliakan wajag beliau), sehingga beliau digelari Nabi sebagai pintu kota ilmu kebanian dan kerasulan, dan kerenanya para sahabat mempercayakannya untuk menjelaskan berbagai masalah rumit tentang akidah ketuhanan. Imam Ali ra. berkata:

كان ولا مكان، وهو الان على كان.

”Adalah Allah, tiada tempat bagi-Nya, dan Dia sekarang tetap seperti semula.”

Beliau ra. juga berkata:

إن الله تعالى خلق العرش إظهارًا لقدرته لا مكانا لذاته.

”Sesungguhnya Allah – Maha Tinggi- menciptakan Arsy untuk emnampakkan kekuasaan-Nya bukan sebagai tempat untuk Dzat-Nya.”[1]

Beliau juga berkata:

من زعم أن إلهنا محدود فقد جهل الخالق المعبود.

”Barang siapaa menganggap bahwa Tuhan kita terbatas/mahdûd[2] maka ia telah jahil/tidak mengenal Tuhan Sang Pencipta.”[3]

  • Penegasan Imam Imam Ali ibn Husain –Zainal Abidin- ra.

Ali Zainal Abidin adalah putra Imam Husain –cucu terkasih Rasulullah saw.- tentang ketaqwaan, kedalaman ilmu pengatahuannya tentang Islam, dan kearifan Imam Zainal Abidin tidak seorang pun meragukannya. Beliau adalah tempat berujuk para pembesar tabi’in bahkan sehabat-sabahat Nabi saw.

Telah banyak diriwayatkan untaian kata-kata hikmah tentang ketuhanan dari beliau ra. di antaranya adalah sebagai berikut ini.

أنت الله الذي لا يحويك مكان.

”Engkaulah Allah Dzat yang tidak dirangkum oleh tempat.”

Dalam hikmah lainnya beliau ra. berkata:

أنت الله الذي لا تحد فتكون محدودا

”Engkaulah Allah Dzat yang tidak dibatasi sehingga Engkau menjadi terbatas.”[4]

  • Penegasan Imam Ja’far ash Shadiq ra. (W. 148 H)

Imam Ja’far ash Shadiq adalah putra Imam Muhammad -yang digelaru dengan al Baqir yang artinya si pendekar yang telah membela perut ilmu pengetahuan karena kedalaman dan kejelian analisanya- putra Imam Ali Zainal Abidin. Tentang kedalam ilmu dan kearifan Imam Ja’far ash Shadiq adalah telah menjadi kesepakatan para ulama yang menyebutkan sejarahn hidupnya. Telah banya dikutip dan diriwayatkan darinya berbagai cabang dan disiplin ilmu pengetahuan, khususnya tentang fikih dan akidah.

Di bawah ini kami sebutkan satu di antara pegesan beliau tentang kemaha sucian Allah dari bertempat seperti yang diyakini kaumm Mujassimah Wahhabiyah. Beliau berkata:

من زعم أن الله في شىء، أو من شىء، أو على شىء فقد أشرك. إذ لو كان على شىء لكان محمولا، ولو كان في شىء لكان محصورا، ولو كان من شىء لكان محدثا- أي مخلوقا.

”Barang siapa menganggap bahwa Allah berada dalam/pada sesuatu, atau di attas sesuatu maka dia benar-benar telah menyekutukan Allah. Sebab jika Dia berada di atas sesuatu pastilah Dia itu dipikul. Dan jika Dia berada pada/ di dalam sesuatu pastilah Dia terbatas. Dan jika Dia terbuat dari sesuatu pastilah Dia itu muhdats/tercipta.”[5]

Peringatan:

Mungkin kaum Wahhabiyah Mujassimah sangat keberatan dengan penukilan kami dari para tokoh mulia dan agung keluarga Ahlulbait Nabi saw. dan kemudian menuduh kami sebagai Syi’ah! Sebab sementara ini mereka hanya terbiasa menerima informasi agama dari kaum Mujassimah generasi awal seperti ka’ab al Ahbâr, Muqatil dkk.. Jadi wajar saja jika mereka kemudian alergi terhadap mutiara-mutoara hikmah keluarga Nabi saw. karena pikiran mereka telah teracuni oleh virus ganas akidah tajsîm dan tasybîh yang diprogandakan para pendeta Yahudi dan Nasrani yang berpura-pura memeluk Islam!

Dan sikap mereka itu sekaligus bukti keitdak sukaan mereka terhadap keluarga Nabi Muhammad saw. seperti yang dikeluhkan oleh Ibnu Jauzi al Hanbali bahwa kebanyakan kaum Hanâbilah itu menyimpang dari ajaran Imam Ahmad; imam mereka dan terjebak dalam faham tajsîm dan tasybîh sehingga seakan identik antara bermazhab Hanbali dengan berfaham tajsîm, dan di tengah-tengah mereka terdapat jumlah yang tidak sedikit dari kaum nawâshib yang sangat mendengki dan membenci Ahlulbait Nabi saw. dan membela habis-habisan keluarga tekutuk bani Umayyah; Mu’awiyah, Yazid …. .[6]

  • Penegasan Imam Abu Hanifah ra.

Di antara nama yang sering juga dimanfa’atkan untuk mendukung penyimpangan akidah kaum Mujassimah Wahhabiyah adalah nama Imam Abu Hanifah, karenanya penting juga kita sebutkan nukilan yang nenegaskan akidah lurus Abuhanifah tentang konsep ketuhanan. Di antaranya ia berkata:

ولقاء الله تعالى لأهل الجنة بلا كيف ولا تشبيه ولا جهة حق

”Perjumpaan dengan Allah bagi penghuni surga tanpa bentuk dan penyerupaan adalah haq.”[7]

Dan telah dinukil pula bahwa ia berkata:

قلت: أرأيت لو قيل أين الله تعالى؟ فقال- أي أبو حنيفة-: يقال له كان الله تعالى ولا مكان قبل أن يخلق الخلق، وكان الله تعالى ولم يكن أين ولا خلق ولا شىء، وهو خالق كل شىء.

”Aku (perawi) berkata, ’Bagaimana pendapat Anda jika aku bertanya, ’Di mana Allah?’ Maka Abu Hanifah berkata, ’Dikatakan untuk-Nya Dia telah ada sementara tempat itu belum ada sebelum Dia menciptakan tempat. Dia Allah sudah ada sementara belum ada dimana dan Dia belum meciptakan sesuatu apapun. Dialah Sang Pencipta segala sesuatu.” [8]

Dalam kesempatan lain dinukil darinya:

ونقر بأن الله سبحانه وتعالى على العرش استوى من غير أن يكون له حاجة إليه واستقرار عليه، وهو حافظ العرش وغير العرش من غير احتياج، فلو كان محتاجا لما قدر على إيجاد العالم وتدبيره كالمخلوقين، ولو كان محتاجا إلى الجلوس والقرار فقبل خلق العرش أين كان الله، تعالى الله عن ذلك علوا كبيرا.

”Kami menetapkan (mengakui) bahwa sesungguhnya Allah SWT beristiwâ’ di atas Arsy tanpa Dia butuh kepadanya dan tanpa bersemayam di atasnya. Dialah Tuhan yang memelihara Arsy dan selainnya tanpa ada sedikit pun kebutuhan kepadanya. Jika Dia butuh kepadanya pastilah Dia tidak kuasa mencipta dan mengatur alam semesta, seperti layaknya makhluk ciptaan. Dan jika Dia butuh untuk duduk dan bersemayam, lalu sebelum Dia menciptakan Arsy di mana Dia bertempat. Maha Tinggi Allah dari anggapan itu setinggi-tingginya.”[9]

Pernyataan Abu Hanifah di atas benar-benar mematahkan punggung kaum Mujassimah yang menamakan dirinya sebagai Salafiyah dan enggan disebut Wahhâbiyah yang mengaku-ngaku tanpa malu mengikuti Salaf Shaleh, sementara Abu Hanifah, demikian pula dengan Imam Ja’far, Imam Zainal Abidin adalah pembesar generasi ulama Salaf Shelah mereka abaikan keterangan dan fatwa-fatwa mereka?! Jika mereka itu bukan Salaf Sheleh yang diandalkan kaum Wahhabiyah, lalu siapakah Salaf menurut mereka? Dan siapakah Salaf mereka? Ka’ab al Ahbâr? Muqatil? Atau siapa?

  • Penegasan Imam Syafi’i (w. 204 H)

Telah dinukil dari Imam Syafi’i bahwa ia berkata:

إنه تعالى كان ولا مكان فخلق المكان وهو على صفة الأزلية كما كان قبل خلقه المكان لا يجوز عليه التغيير في ذاته ولا التبديل فيصفاته.

”Sesungguhnya Allah –Ta’ala- tel;ah ada sedangkan belum ada temppat. Lalu Dia menciptakan tempat. Dia tetap atas sifat-Nya sejak azali, seperti sebelum Dia menciptakan tempat. Mustahil atas-Nya perubahan dalam Dzat-Nya dan pergantian pada sifat-Nya.”[10]

  • Penegasan Imam Ahmad ibn Hanbal (W.241H)

Imam Ahmad juga menegaskan akidah serupa. Ibnu Hajar al Haitsami menegaskan bahwa Imam Ahmad tergolong ulama yang mensucikan Allah dari jismiah dan tempat. Ia berkata:

وما اشتهر بين جهلة المنسوبين إلى هذا الإمام الأعظم المجتهد من أنه قائل بشىء من الجهة أو نحوها فكذب وبهتان وافتراء عليه.

”Adapun apa yang tersebar di kalangan kaum jahil yang menisbatkan dirinya kepada sang imam mulia dan mujtahid bahwa beliau meyakini tempat/arah atau semisalnya adalah kebohongan dan kepalsuan belaka atas nama beliau.”[11]

  • Penegasan Imam Ghazzali:

Imam Ghazzali menegaskan dalam kitab Ihyâ’ ‘Ulûmuddîn-nya,4/434:

أن الله تعالى مقدس عن المكان ومنزه عن الاقطار والجهات وأنه ليس داخل العالم ولا خارجه ولا هو متصل به ولا هو منفصل عنه ، قد حير عقول أقوام حتى أنكروه إذ لم يطيقوا سماعه ومعرفته ”

“Sesungguhnya Allah –Ta’ala- Maha suci dari tempat dan suci dari penjuru dan arah. Dia tidak di dalam alam tidak juga di luarnya. Ia tidak bersentuhan dengannya dn tidak juga berpisah darinya. Telah membuat bingun akal-akal kaum-kaum sehingga mereka mengingkari-Nya, karena mereka tidak sanggunp mendengar dan mengertinya.”

Dan banyak keterangan serupa beliau utarakan dalam berbagai karya berharga beliau.

  • Penegasan Ibnu Jauzi

Ibnu Jauzi juga menegaskan akidah Isla serupa dalam kitab Daf’u Syubahi at Tasybîh, ia berkata:

وكذا ينبغي أن يقال ليس بداخل في العالم وليس بخارج منه ، لان الدخول والخروج من لوزام المتحيزات.

“Demikian juga harus dikatakan bahwa Dia tidak berada di dalam alam dan tidak pula di luarnya. Sebab masuk dan keluar adalah konsekuensi yang mesti dialami benda berbentuk.”[12]

Penutup:

Setelah panjang lebar kami ajak pembaca budiman meneliti akidah kaum Mujassimah tentang keberadaaan Allah di langit dan berbagai alasan/syubhat yang mereka sebar-luaskan. Kini sampailah kita pada akhir kajian ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua untuk memperkokoh keyakinan dan akidah ketuhanan kita kepada Allah SWT.

Tentunya kajian ringkas ini jauh dari cukup, sebab di sana masih banyak pembahasan terkait yang perlu diteliti dan dikaji pula demi kesempurnaan kajian ini. Akan tetapi –seperti kata papatah Arab-: Apa yang tidak bisa kita raik seluruhnya, jangan ditinggalkan seluruhnya.

Dan tegur sapa pembaca terhadap kesalahan yang terdapat di dalamnya sangat kami harap.

Mudah-mudahan dalam kesempatan lain Allah berkenan memebrikan taufiq dan pertolongan-Nya untuk menyajikan tema-tema serupa agar lebih mengenal akidah ketuhanan ala Wahabi.

Wassalam

(Habis)


[1]Al Farqu baina al Firaq:333.

[2] Maksud kata Mahdûd adalah: memiliki bentuk baik besar maupun kecil, sebab setiap yang berbentuk pasti terbatas!

[3] Hilyatul Awliyâ’; Abu Nu’aim al Isfahani,1/73, ketika menyebut sejarah Ali ibn Abi Thalib ra.

[4] Ithâf as Sâdah al Muttaqîn, Syarah Ihyâ’ ‘Ulumuddîn,4/380.

[5] Risalah al Qusiariyah:6.

[6] Muqaddimah Daf’u Syubah at Tasybîh; Ibnu Jauzi.

[7] Syarah al Fiqul Akbar; Mulla Ali al Qâri:138.

[8] Al Fiqhul Absath (dicetak bersama kumpulan Rasâil Abu Hanifah, dengan tahqiq Syeikh Allamah al Kautsari): 25.

[9] Syarah al Fiqul Akbar; Mulla Ali al Qâri:75.

[10] Ithâf as Sâdah,2/24.

[11] Al Fatâwa al Hadîtsiyah:144.

[12] Daf’u Syubah at Tasybîh (dengan tahqiq Sayyid Hasan ibn Ali as Seqqaf):130.

Minggu, 12 September 2010

PENGERTIAN DUDUK DIATAS KUBURAN(jangan salah faham)


oleh Rivqi van Java pada 08 September 2010 jam 13:45

oleh:Van Java

Seringkali kita dibuat bingung oleh pemahaman kaum salapi(sawah) yang mengartikan "duduk diatas kuburan" yang dilarang Nabi saw itu sebagai larangan berziarah kubur….

Pendapat seperti ini adalah pendapat yang sangat aneh dan ganjil(syadz)yang tidak dikatakan oleh ulama dimanapun dan merupakan pemahaman yang sakit serta diada-adakan.

Pengertian dan pemahaman para Ulama:

1.duduk di atas kuburan berarti menduduki kuburan atau menjadikan kuburan sebagai tempat duduk,ini dilarang oleh ajaran agama kita sebab akan membuat sakit atau menyakiti mayit tersebut. Sehingga makruh bagi kita menginjak atau duduk di atas kuburan orang lain sesuai hadits :

"

أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ بِلَفْظِ : قَالَ ، رَآنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَّكِئًا عَلَى قَبْرٍ فَقَالَ " لَا تُؤْذِ صَاحِبَ هَذَا الْقَبْرِ أَوْ لَا تُؤْذِهِ " . قَالَ الْحَافِظُ فِي الْفَتْحِ : إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ

Nabi saw melihatku bertelekan diatas kuburan maka beliau bersabda: Janganlah kau menyakiti orang yang di dalam kuburan …atau janganlah kau menyakitinya.(Hr Ahmad dengan Isnad yang shohieh)

عن عمارة بن حزم قال رآني رسول الله صلى الله عليه وسلم جالسا على قبر فقال يا صاحب القبر انزل عن القبر لا تؤذي صاحب القبر ولا يؤذيك

الطبراني والحاكم وابن مندة

رَآنِي رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، وَأَنَا مُتَّكِئٌ عَلَى قَبْرٍ ، فَقَالَ : انْزِلْ مِنَ الْقَبْرِ ، لاَ تُؤْذِي صَاحِبَ الْقَبْرِ ، وَلاَ يُؤْذِيكَ.

"الموطأ" 6521

* * *

Dari Imaroh bin hazm dia berkata: Nabi saw melihatku duduk diatas kuburan ,kemudian beliau bersabda: "wahai orang yg di kuburan turunlah engkau dari kuburan jangan sampai kau menyakiti yang didalam kuburan hingga kau disakiti olehnya…(Hr.Al Hakim,Atthabrani,Ibnu mandah)

Dalam kitab Al Muwatho, menggunakan lafadz Muttaki'un….

ورواه ابن مندة عن القاسم بن مخيمرة قال لأن أطأ على سنان

محمى حتى ينفذ من قدمي أحب إلي من أن أطأ على قبر وإن رجلا وطئ على قبر وإن قلبه ليقظان إذ سمع صوتا : إليك عني يا رجل ولا تؤذني انتهى.

Ibnu Mandah meriwayatkan dari al qasim bin mukhaimiroh dia berkata :sungguh aku menginjak ujung tombak yang dipanasi api hingga menembus telapak kakiku itu lebih aku sukai daripada aku menginjak kuburan ….sungguh telah ada seorang laki-laki menginjak kuburan dengan hati yang sadar tiba-tiba dia mendengar suara :hai …! menjauhlah dariku….!wahai orang laki-laki jangan kau menyakitiku…!

2.Duduk diatas kuburan yang diharamkan adalah bila ia membuang hajat atau buang air besar atau kecil diatas kuburan itu,sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Imam malik,Abu hanifah dan Assyafi'ie.

Perhatikan hadits dibawah ini:

من جلس على قبر يبول عليه أو يتغوط فكأنما جلس على جمرة نار.

(الروياني عن أبي أمامة وضعف ، إبن منيع عن أبي هريرة وضعف).

Dari Abu hurairah ra dan Abu Umamah Al bahily ra bahwasanya Nabi saw bersabda: barangsiapa yg duduk di atas kuburan untuk buang air kecil atau buang air besar maka bagaikan ia duduk diatas bara api(Hr Arrowyani dan Ibnu mani' dg sanad yang lemah)

Mari kita perjelas dengan keterangan Imam Al Hafidz Annawawy dalam kitab Majmu' syarah Al Muhadzdzab hal 313 jilid 5

{ ولا يجوز الجلوس علي القبر لما روى أبو هريرة رضي الله عنه قال " قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لان يجلس أحدكم علي جمرة فتحرق ثيابه حتي تخلص إلى جلده خير له من أن يجلس علي قبر " ولا يدوسه من غير حاجة لان الدوس كالجلوس فإذا لم يجز الجلوس لم يجز الدوس فان لم يكن طريق الي قبر من يزوره الا بالدوس جاز له لانه موضع عذر ويكره المبيت في المقبرة لما فيها من الوحشة }

(dan tidak boleh duduk diatas kuburan karena hadits riwayat Abu huroiroh ra: ia berkata nabi saw bersabda:."sungguh seorang dari kalian duduk diatas bara kemudian bajunya terbakar hingga terkelupas kulitnya itu lebih baik daripada duduk diatas kuburan……..

Dan dia jangan menginjaknya kalau tanpa kebutuan,sebab sama saja dengan menduduki kecuali bila tidak ada jalan lagi maka ia boleh menginjak kuburan itu untuk melewatinya ke kuburan yang ia ziarahi,dikarenakan tempat udzur . Dan dimakruhkan menginap di kuburan karena disana adalah tempat wahsyah(sepi dan kesunyian).

* { الشرح } حديث ابى هريرة رواه مسلم واتفقت نصوص الشافعي والاصحاب علي النهي عن الجلوس علي القبر للحديث المذكور لكن عبارة الشافعي في الام وجمهور الاصحاب في الطرق كلها أنه يكره الجلوس وأرادوا به كراهة التنزيه كما هو المشهور في استعمال الفقهاء وصرح به كثيرون منهم وقال المصنف والمحاملي في المقنع لا يجوز فيحمل أنهما ارادا التحريم كما هو الظاهر من استعمال الفقهاء قولهم لا يجوز ويحتمل انهما أرادا كراهة التنزيه لان المكروه غير جائز عند الاصوليين وقد سبق في المهذب مواضع مثل هذا كقوله في الاستطابة لا يجوز الاستنجاء باليمين وقد بيناها في مواضعها قال المصنف والاصحاب رحمهم الله ووطؤه كالجلوس عليه قال اصحابنا وهكذا يكره الاتكاء عليه قال الماوردى والجرجاني وغيرهما ويكره أيضا الاستناد إليه وأما المبيت في المقبرة فمكروه من غير ضرورة نص عليه الشافعي واتفق عليه الاصحاب لما ذكره المصنف والله أعلم

(penjelasan)

Hadits Abu Hurairoh tadi adalah riwayat Imam Muslim,dimana nash-nash Imam Syafi'I dan ashhab sepakat untuk dilarangnya duduk iatas kuburan karena hadits tersebut.

Namun statement Imam syafi'I dan para shahabatnya adalah dimakruhkannya duduk diatas kuburan,maksud mereka adalah makruh tanzih sebagaimana yang masyhur dari penggunaan kata para fuqoha' dan ditegaskan demikian oleh kebanyakan mereka.

Al Mushonnif(Muhadzab) dan imam al mahamili menggunakan lafadz "laa Yajuuzu" yang berarti tidak boleh,itu dapat diartikan dengan makruh tahrim sebagaimana ishtilah para Fuqoha' namun bisa pula berarti makruh tanzih sesuai dengan isthilah yang digunakan oleh para ahli ushul fiqh di Muhadzab pun telah kita bahats mas'alah itu di bab Isthithobah…

Al Mushonnif dan ashhab menyatakan bahwa menginjak kuburan itu seperti mendudukinya, para shahabat Imam Syafi'I mengatakan :bertelekan diatas kuburan juga sama dimakruhkan. Al Mawardi, al jurjani dan lain-lain mengatakan :juga dimakrukan bersandar ke kuburan.

(فرع) في مذاهب العلماء في كراهة الجلوس علي القبر والاتكاء

عليه والاستناد إليه * قد ذكرنا أن ذلك مكروه عندنا وبه قال جمهور العلماء منهم النخعي والليث وأبو حنيفة واحمد وداود وقال مالك لا يكره

(far'un)

Menurut pendapat para ulama tentang duduk dan bersandar diatas kuburan juga menurut pendapat kami(assyafi'iyah)adalah makruh sebagaimana yang telah kami sebutkan diatas dan itu sesuai dengan pendapat jumhur Ulama diantaranya adalah Imam Annakho'ie,Allaits,Abu hanifah,Ahmad bin Hanbal,Dawud….namun Imam malik berkata:itu tidak dimakruhkan.

(فرع) المشهور في مذهبنا أنه لا يكره المشى في المقابر بالنعلين والخفين ونحوهما ممن صرح بذلك من اصحابنا الخطابى والعبد رى وآخرون ونقله العبدرى عن مذهبنا ومذهب اكثر العلماء قال احمد بن حنبل رحمه يكره وقال صاحب الحاوى يخلع نعليه لحديث بشير بن معبد الصحابي المعروف بابن الخصاصية قال " بينهما انا أماشى رسول الله صلي الله عليه وسلم نظر فإذا رجل يمشي في القبور عليه نعلان فقال يا صاحب السبتتين ويحك الق سبتتيك فنظر الرجل فلما عرف رسول الله صلي الله عليه وسلم خلعهما " رواه أبو داود والنسائي باسناد حسن *

(far'un)

Pendapat yang masyhur dari madzhab kami(Syafi'ie),bahwasanya tidak dimakruhkan untuk berjalan diatas pekuburan dengan menggunakan alas kaki(sandal),khuf atau semacamnya.

Diantara ulama kita yang menjelaskan mas'alah tersebut adalah Al khoththoby,al 'abdary,menurut al abdary pendapat tersebut adalah pendapat kebanyakan dari para ulama.

Namun Imam Ahmad bin Hanbal dan shohib Al Hawy(Syafi'ie)yang demikian itu makruh dan hendaknya dia melepas alas kaki/sandalnya,sesuai dengan hadits Basyir bin ma'bad(shahabat)ray g terkenal dangan ibnu al Khoshoshiyah dia berkata:

"ketika kami berjalan dengan Nabi saw,tiba-tiba nabi saw melihat seorang laki-laki berjalan di pekuburan dengan mengenakan sepasang sandal ,kemudian nabi saw bersabda: "Wahai orang yang punya sepasang terumpah" kasihan kamu,lepaskanlah terompahmu…!.

Setelah dia tahu bahwa yang berkata adalah nabi saw,kemudian dia melepaskan terompahnya.

(hadits riwayat Abu Dawud dan Annasa'ie dan menganggapnya hadits HASAN).

واحتج أصحابنا بحديث أنس رضى الله عنه عن النبي صلي الله عليه وسلم قال " العبد إذا وضع في قبره وتولي وذهب أصحابه حتى إنه ليسمع قرع نعالهم اتاه ملكان فاقعداه إلي آخر الحديث " رواه البخاري ومسلم (وأجابوا) عن الحديث الاول بجوابين (أحدهما) وبه أجاب الخطابي انه يشبه انه كرههما المعنى فيهما لان النعال السبتية –

السين - هي المدبوغة بالقرظ وهى لباس أهل الترفه والتنعم فنهي عنهما لما فيهما من الخيلاء فاحب صلي الله عليه وسلم أن يكون دخوله المقابر علي زي التواضع ولباس أهل الخشوع

(والثانى) لعله كان فيهما نجاسة قالوا وحملنا علي تأويله الجمع بين الحديثين *

Namun Ashab Assyafi'ie berhujjah dengan hadits Anas ra dari Nabi saw;

Seorang hamba apabila diletakkan di dalam kuburan dan teman-temannya sudah berpaling pergi, hingga dia masih mendengar suara gesekan sandal-sandal mereka maka datanglah dua Malaikat dan mengajaknya duduk……dst.(hadits ruwayat Al Bukhory dan muslim)

Mereka(ashab Assyafi'ie)menjawab hadits pertama dengan dua jawaban yaitu:

1.(sesuai dengan jawaban Al Khoththoby)Nabi saw tidak menyenangi sepasang sandal itu,dikarenakan sandal Assibtiyah itu sandal kulit yang disamak dengan qorodz(tumbuhan)dan sandal yang dikenakan oleh orang-orang glamour dan berlebih-lebihan sehingga tidak patut bagi orang yang memasuki pekuburan untuk bersombong diri dengan mengenakan sandal itu yang padahal semestinya adalah mengenakan pakaian atau atribut ahli khusyu' dan tawadhu'.

2.mungkin saja di sandal tersebut terdapat Najis,ta'wil semacam ini adalah hasil dari kompromi dua hadits.

Mari kita lihat fathul bari hal 435 juz 4

قَالَ النَّوَوِيّ : الْمُرَاد بِالْجُلُوسِ الْقُعُود عِنْد الْجُمْهُور ، وَقَالَ مَالِك :

الْمُرَاد بِالْقُعُودِ الْحَدَث ، وَهُوَ تَأْوِيل ضَعِيف أَوْ بَاطِل اِنْتَهَى . وَهُوَ يُوهِم اِنْفِرَاد مَالِك بِذَلِكَ ، وَكَذَا أَوْهَمَهُ كَلَام اِبْن الْجَوْزِيّ حَيْثُ قَالَ : جُمْهُور الْفُقَهَاء عَلَى الْكَرَاهَة خِلَافًا لِمَالِكٍ ، وَصَرَّحَ النَّوَوِيّ فِي " شَرْح الْمُهَذَّب " بِأَنَّ مَذْهَب أَبِي حَنِيفَة كَالْجُمْهُورِ ، وَلَيْسَ كَذَلِكَ ، بَلْ مَذْهَب أَبِي حَنِيفَة وَأَصْحَابه كَقَوْلِ مَالِك كَمَا نَقَلَهُ عَنْهُمْ الطَّحَاوِيُّ وَاحْتَجَّ لَهُ بِأَثَرِ اِبْن عُمَر الْمَذْكُور ، وَأَخْرَجَ عَنْ عَلِيّ نَحْوه ، وَعَنْ زَيْد بْن ثَابِت مَرْفُوعًا " إِنَّمَا نَهَى النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْجُلُوس عَلَى الْقُبُور لِحَدَثٍ غَائِط أَوْ بَوْل " وَرِجَال إِسْنَاده ثِقَات .

Al Hafidz Ibnu Hajar berkata;

Annawawy berkata; yang dimaksud duduk adalah duduk(yang kita kenal)menurut jumhur ulama namun imam Malik berkata; duduk untuk berhadats….pengertian semacam ini adalah pengertian yang bathil dan lemah.

Perkataan imam nawawi tadi seakan memberi pemahaman bahwa itu adalah pendapat Imam Malik saja,sebagaimana Ibnul jauzy berpendapat demikian dengan kalamnya:Jumhur fuqoha' memakruhkannya (duduk diatas kuburan)berbeda pendapat dengan Imam Malik.

Imam Nawawi mejelaskan dalam syarah kitab Muhadzab bahwa: Imam Abu Hanifah berpendapat seperti Jumhur Ulama',padahal tidak demikian ,Imam Abu Hanifah dan ashabnya adalah seperti pendapat imam Malik seperti apa yang dikatakan oleh Al Thohawy.

Hujjah hadits untuk mereka(Imam malik Cs)adalah hadits Zaid bin Tsabit:bahwa larangan nabi saw duduk diatas kuburan adalah untuk berhadats,buang air besar maupun buang air kecil..(rijal sanad hadits ini adalah tsiqoh)

وَيُؤَيِّد قَوْل الْجُمْهُور مَا أَخْرَجَهُ أَحْمَد مِنْ حَدِيث عَمْرو بْن حَزْم الْأَنْصَارِيّ مَرْفُوعًا " لَا تَقْعُدُوا عَلَى الْقُبُور " وَفِي رِوَايَة لَهُ عَنْهُ " رَآنِي رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا مُتَّكِئ عَلَى قَبْر فَقَالَ : لَا تُؤْذِ صَاحِب الْقَبْر " إِسْنَاده صَحِيح ، وَهُوَ دَالّ عَلَى أَنَّ الْمُرَاد بِالْجُلُوسِ الْقُعُود عَلَى حَقِيقَته ، وَرَدَّ اِبْن حَزْم التَّأْوِيل الْمُتَقَدِّم بِأَنَّ لَفْظ حَدِيث أَبِي هُرَيْرَة عِنْد مُسْلِم " لَأَنْ يَجْلِس أَحَدكُمْ عَلَى جَمْرَة فَتَحْرُق ثِيَابه فَتَخْلُص إِلَى جِلْده " قَالَ : وَمَا عَهِدْنَا أَحَدًا يَقْعُد عَلَى ثِيَابه لِلْغَائِطِ ، فَدَلَّ عَلَى أَنَّ الْمُرَاد الْقُعُود عَلَى حَقِيقَته . وَقَالَ اِبْن بَطَّال : التَّأْوِيل الْمَذْكُور بَعِيد ، لِأَنَّ الْحَدَث عَلَى الْقَبْر أَقْبَح مِنْ أَنْ يُكْرَه ، وَإِنَّمَا يُكْرَه الْجُلُوس الْمُتَعَارَف .

Pendapat Jumhur Ulama itu dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari hadits Amer bin hazm al anshary :"janganlah kalian duduk diatas kuburan,dalam riwayat lain :

رَآنِي رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا مُتَّكِئ عَلَى قَبْر فَقَالَ : لَا تُؤْذِ صَاحِب الْقَبْر " إِسْنَاده صَحِيح

Nabi saw melihatku bertelekan diatas kuburan maka beliau bersabda: janganlah kamu menyakiti orang yang di dalam kuburan (isnadnya Shohieh)

Hadits tersebut menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah "duduk" secara hakiki.

Ibnu Hazm dalam meartikan hadits shohieh riwayat Imam Muslim yang berbunyi: dari Abi Huroiroh ra :

" قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لان يجلس أحدكم علي جمرة فتحرق ثيابه حتي تخلص إلى جلده خير له من أن يجلس علي قبر "

Rasulullah saw bersabda:Sungguh salah seorang duduk diatas bara api sehingga pakaiannya terbakar sampai menembus kulitnya itu lebih baik daripada duduk diatas kuburan

Ibnu Hazem berkata :kami tidak pernah tahu ada orang membuang hajat dengan berpakaian lengkap,berarti jelaslah yang dimaksud adalah "duduk" secara hakiki.

Ibnu Baththol berkata: Ta'wil yang diatas (duduk untuk buanh hajat) adalah ta'wil yang jauh,karena duduk untuk membuang hadats itu bukan sekedar dimakruhkan namun duduk biasa yang kita kenal itulah yang dimakruhkan……

Wallahu a'lam bisshowab…. 27 Ramadhan 1430 H.

Maraji':

1.Bidayatul mujtahid

2.Al Majmu' syarah al Muhadzab

3.Fathul bary syarah Shohieh Bukhory….