Selasa, 14 Juni 2011

SEPUTAR IBADAH DAN PUASSA DI BULAN RAJAB

KEUTAMAAN BULAN RAJAB

By; Lajnah Bahtsul Masail


Al Hafidh Ibn Rajab al Hanbali (wafat pada bulan Rajab tahun 795 H). Nama lengkap beliau:

الإمام الحافظ العلامة زين الدين عبد الرحمن بن أحمد بن عبد الرحمن

Al Imam al Hafidh al 'Allamah Zainuddin 'Abdurrahman ibn Ahmad ibn Abdurrahman.

Beliau adalah murid al Hafidh Ibn Qayyim al Jauziyyah.

(lihat: http://ar.wikipedia.org/wiki/ابن_رجب_الحنبلي)

Beliau dalam kitabnya:

لطائف المعارف فيما لمواسم العام من الوظائف

Latha'if Al-Ma'arif fiima li Mawasim Al-'Aami minal Wadha'if juz 1 halaman 105 (www.islamhouse.com), berkata:

شهر رجب مفتاح أشهر الخير والبركة

SYAHRU RAJAB MIFTAAH ASYHURIL KHAIR WAL BARAKAH

Bulan Rajab adalah kunci bulan-bulan kebaikan dan barakah

Selanjutnya beliau berkata:

انتهاز الفرصة بالعمل في هذا الشهر غنيمة

INTIHAAZUL FURSHAH BIL 'AMAL FII HAADZASYSYAHRI GHANIMAH

Cepat-cepat mengambil kesempatan dengan amal pada bulan ini (Rajab) adalah keuntungan

واغتنام أوقاته بالطاعات له فضيلة عظيمة

WAGHTINAAMU AUQAATIHII BITHTHAA'ATI LAHUU FADLIILAH 'ADHIIMAH

Mengambil manfaat waktu-waktu bulan Rajab dengan tha'at akan mendapatkan keutamaan yang agung

Wallaahu A'lam

Semoga bermanfaat


POLEMIK PUASA BULAN RAJAB

By: Santri Mekkah

Memasuki bulan Rajab begini, selalu saja ada rasa bahagia dan ketenangan luar biasa yang tak bisa digambarkan, dan itu terbersit dalam diri tiap muslim baik sadar ataupun tidak. Begitu mendengar kata "Bulan Rajab", perasaan itu segera menyeruak dalam segenap jiwa.

Bisa jadi, karena dengan masuknya bulan ini, sebagai tanda awal untuk mempersiapkan diri menyongsong bulan agung yang kehadirannya selalu ditunggu seluruh muslim, yaitu bulan Ramadhan.

Coba sekilas saja kita perhatikan, meski belum tahu dalil atau belum tahu anjuran, namun ruhani kita dengan sendirinya mempersiapkan diri untuk memperbanyak beramal shaleh di bulan Rajab ini, dalam bentuk apapun. Seperti sebuah naluri yang berbicara dengan sendirinya tanpa harus ada perintah.

Dan keberadaan dalil-dalil Qur'an dan Sunnah, makin memperkuat perasaan itu dan seketika mendorongnya untuk mempraktekkan amal baik itu di bulan mulia ini.

Belum lagi bahwa bulan ini, sangat identik sekali dengan bulan Isro' Mi'roj Nabi, yang artinya, akan banyak pengajian-pengajian di manapun di sudut-sudut negeri ini.

Hanya saja sayangnya, jika diperhatikan, beberapa tahun terakhir ini ada polemik yang tiba-tiba selalu meledak di bulan ini yang pada saat yang sama pula, agak mengurangi kenyamanan beribadah dan beramal di bulan ini. Polemik yang seharusnya (meski benar dari sudut tertentu) tidak perlu dibesar-besarkan apalagi berujung pada penyesatan orang banyak.

Polemik yang berhubung langsung dengan "puasa di bulan Rajab", yang sangat banyak dilakukan oleh umat Islam di manapun sejak dahulu kala yang berkeyakinan akan pensyariatannya. Polemik, apakah puasa dalam bulan ini memang benar disunnahkan? Atau hanya bid'ah sebagian orang sebab terperangah oleh hadits-hadits lemah yang berbicara tentang ekselensi bulan Rajab?

Pertanyaan ini, banyak berputar di kalangan terpelajar kaum muslimin, sebagai sebuah bentuk kesemangatan dari mereka untuk mengetahui ajaran agamanya.

Namun sayangnya, polemik ini justru menyeret sebagian orang pada debat kusir tidak perlu yang membingungkan banyak umat. Hal yang justru menimbulkan fitnah sebab malah terjadi saling menyesatkan dan menyalahkan.

Lantas bagaimana intinya? Boleh tidak berpuasa di bulan Rajab ini?

Sebelumnya, harus kita jadikan catatan, memang kita mengagungkan bulan Rajab ini sebagai salah satu dari 4 bulan haram dalam Islam (tiga yang lain adalah Muharram, Dzul Qo'dah, dan Dzul Hijjah). Dan kita mengagungkannya sesuai dengan apa yang digariskan syariah, tidak lebih. Karena memang bulan ini memiliki ekselensi khusus itu.

Tentu saja sebuah kesalahan bagi mereka yang menyatakan bahwa bulan ini sama dengan bulan yang lain, dan hal itu sama saja dengan mengingkari sesuatu yang telah ditetapkan oleh syariat.

Memang kita akui juga, ada beberapa kesalahan tentang bulan ini, dan itu dari dua segi :

Pertama, dari beberapa hadits yang secara spesifik berbicara tentang ekselensi Rajab, yang ternyata hadits-hadits tersebut sebagiannya ada yang sangat lemah (sehingga tidak bisa dipakai hujjah), ada yang munkar, bahkan ada yang palsu.

Kedua, dari segi orang-orang awam yang mengagungkannya dengan amal-amal shaleh tertentu (semisal puasa, shalat Raghaib) dan menganggapnya sebagai salah satu ekselensi Rajab dengan berargumen bahwa itu dilakukan oleh orang shaleh terdahulu lalu berkeyakinan bahwa hal itu dari Nabi, padahal tidak. Dan ini salah satu masalah utama. Sehingga terjadi amalan-amalan baru yang tidak seharusnya ada.

PUASA RAJAB, TERSYARIATKAN

Secara umum, setelah melalui penelitian atas dalil-dalil yang ada, baik itu dalil umum ataupun dalil khusus, banyak ulama' berpendapat (semisal Imam Annawawi, Ibnu Hajar al-Asqalani, Jalaluddin Assuyuti, dan Imam Assyaukani) bahwa sebenarnya puasa di bulan Rajab itu tersyariatkan (Masyru'). Dan tentu saja ada yang mengingkarinya (semisal Imam Ibnu Qoyyim) dengan menyatakan hal itu tidak tersyariatkan, masing-masing memiliki argumen atas pendapatnya.

Jika menilik Dalil umum, ada hadits shahih riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah yang menganjurkan untuk berpuasa di bulan-bulan Haram, periwayatan seseorang dari suku Bahilah yang bertanya pada Nabi soal ini, dan dijawab beliau : "wa Shum Asyhural Hurum", dan puasalah di bulan-bulan haram. Nah, Rajab, dengan tanpa keraguan sedikitpun, masuk dalam bulan Haram secara Ijma'.

Dalil umum kedua terdapat dalam Sunan Abi Daud pada Bab Shoum Syahr Rajab, dengan indikasi sama, bahwa terkadang Rasul puasa dan sama sekali tak berbuka, dan terkadang berbuka sampai sama sekali tidak puasa, hal ini diterangkan Sa'id bin Jubair saat ditanya perihal puasa bulan Rajab.

Dalil umum ketiga, adalah kesunnahan puasa 3 hari di tiap bulan, dan Rajab tentu saja otomatis masuk. Atau puasa senin kamis tiap pekan.

Begitu pula hadits riwayat Usamah bin Zaid saat melihat Nabi lebih banyak puasa di bulan Sya'ban, dan kala bertanya, beliau menjawab, bahwa sya'ban adalah bulan yang banyak dilupakan orang antara Rajab dan Ramadhan. Nah, hadits ini terdapat isyarat akan tidak masalahnya puasa di bulan Rajab, sebagaimana diterangkan oleh Mulla Ali Qori, dan Imam Assyaukani.

Nah, adapun dalil-dalil khusus untuk puasa dalam bulan Rajab ini, keutamaannya, dan lain sebagainya, tak terdapat satupun hadits yang shahih atau hasan yang patut dibuat patokan. Bahkan rata-rata lemah dalam transmisi rangkaian sanadnya, namun bisa saling mengkuatkan antar satu dengan yang lain, sehingga layak menjadi hujjah. Apalagi hal ini masuk dalam fadha-il a'mal (keutamaan menambah amal-amal) yang memang tidak membutuhkan kesahihan suatu hadits atau kehasanannya, sebagaimana diketahui oleh siapapun yang mendalami ilmu hadits, dengan catatan hadits tersebut tidak sangat lemah sekali semisal hadits-hadits munkar, yang memang tidak boleh diamalkan.

Semisal hadits bahwa puasa sehari dalam bulan Rajab, sama dengan puasa satu bulan. Atau bahwa puasa sehari saja, laksana puasa setahun, dan yang puasa 7 hari, maka pintu neraka ditutup darinya, dan lain sebagainya.

Nah, melihat keseluruhan dalil ini, tentu saja tidak dibenarkan mengingkari sesuatu yang telah ditetapkan oleh syariat, meski secara umum. Dengan asumsi, bahwa meski dalil khususnya tidak bisa digunakan, akan tetapi hal itu tidak lantas pula menggugurkan dalil umum, sebagaimana diketahui dalam kaidah yang berlaku.

Sayangnya, yang terjadi di media saat ini adalah membesar-besarkan permasalahan hadits dho'if tadi, tanpa menyebutkan dalil-dalil umum dan pendapat ulama' yang mendukung puasa Rajab. Sesuatu yang sangat timpang yang ujungnya justru menimbulkan masalah sebab seolah-oleh orang yang melakukan puasa Rajab itu salah, dan sesat. Sangat disayangkan.

Malah yang terjadi adalah fitnah, memecah belah. Sesuatu yang sangat diharamkan bahkan dilaknat dengan sangat keras oleh syariat.

Yang menarik, sebagian dari penentang puasa ini, menggunakan dalil yang terdapat dalam Sunan Ibnu Majah, bahwa Nabi melarang puasa di bulan Rajab, dan ternyata hadits larangan ini juga dho'if !

Adapun ingkarnya sebagian sahabat besar akan puasa bulan Rajab, seperti sayyidina Umar bin Khattab, adalah ingkar terhadap tindakan sebagian orang yang berlebihan mengagungkan bulan ini, sehingga seperti Ramadhan, padahal tidak.

Nah, periwayatan ini pun ternyata juga transmisi sanadnya tidak shahih. Ada masalah di sebagian perawinya. Jadi, bisa disimpulkan bahwa argumen-argumen penentang puasa Rajab ini pun ternyata tidak cukup dan kurang bergreget untuk mencounter hadits-hadits yang memperkuat disyariatkannya puasa secara umum di bulan Rajab.

Kesimpulan umum, sekaligus akhir catatan, bahwa tidak masalah berpuasa di bulan Rajab, serta tidak ada hari khusus harus tanggal berapa saja. Anjuran juga, bulan ini sangat bagus untuk memperbanyak istighfar, dan amalan apapun di bulan haram pahala selalu dilipat gandakan.

So, yang mau puasa silahkan, yang tidak juga tidak masalah, niat puasanya niat puasa sunnah secara umum saja.

Dan yang bagi kontra puasa sunnah di bulan Rajab, tidak usah lah membesar-besarkan masalah. Yang justru diharamkan adalah bertengkar di bulan haram, termasuk bulan Rajab ini. Bulan-bulan yang bahkan orang kafir jahiliyyah pun menghentikan pertempuran.

Lalu, lantas kenapa kita sebagai sesama muslim malah menjadikannya sebagai bulan untuk ajang bertikai? Sangat kontradiktif dan bertentangan langsung dengan syariat kita. Camkan baik-baik. Wallahu A'lam (*)

Awy', Makkah 2 Rajab 1432 H.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar